“Kita dipanggil bukan untuk menjadi sukses, melainkan menjadi ciptaan baru yang hidup untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.”
Saudara-saudari terkasih, perjalanan kita di dunia
merupakan sebuah peziarahan menuju sebuah tujuan. Tujuan akhir dari peziarahan
kita ialah keselamatan yang dianugerahkan oleh Allah. Nubuat Yesaya dalam
bacaan pertama melukiskan keselamatan yang dijanjinkan Allah kepada manusia.
Yesaya bernubuat, “Sebab beginilah firman Tuhan:
Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepada Yerusalem keselamatan seperti sungai, dan
kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan
digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. Seperti seorang yang dihibur oleh
ibunya, demikian kamu akan Kuhibur; kamu akan dihibur di Yerusalem. Apabila
kamu melihatnya, hatimu akan girang, dan kamu akan seperti rumput muda yang
tumbuh dengan lebat; maka tangan Tuhan akan nyata kepada hamba-hamba-Nya.”
Sumber rahmat keselamatan ialah Allah. Allah telah menganugerahkan
keselamatan kepada kita dan kita dituntut untuk setia dalam iman kepada Allah
dan setia mengikuti perintah-Nya. Dalam Injil, Yesus menunjuk tujuh puluh murid
dan mengutus mereka pergi berdua-dua untuk memberitakan kerajaan Allah. Dalam
perjalanan, para murid tidak boleh membawa pundi-pundi atau kantong perbekalan
atau kasut, dan jangan memberi salam kepada siapapun dalam perjalanan. Kalau
memasuki rumah, katakanlah lebih dahulu “Damai bagi rumah ini.” Tinggal di
dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberkan.
Kita pun diutus oleh Allah untuk berjalan bersama
rekan-rekan kita. Di dalam keluarga, suami dan istri diutus oleh Allah untuk
berjalan bersama membesarkan dan mendidik anak-anak. Para imam, biarawan dan
biarawati diutus oleh Allah dan berjalan bersama dalam melaksanakan karya pelayanan. Kita pun
dituntut oleh Allah untuk jangan membawa hal-hal yang tidak perlu. Jika dalam
kehidupan bersama sebagai suami istri, atau hidup bersama sebagai imam,
biarawan dan biarawati, terjadi penyimpangan-penyimpangan, mendahulukan
kepentingan diri, mengutamakan ego, maka visi bersama yaitu pewartaan kerajaan Allah tidak
terlaksana.
Marilah kita senantiasa mewujudkan kesetiaan kita
kepada Allah dalam karya dan palayanan. Jika kita sukses dalam hidup,
karya, dan pelayanan kita, kita senantiasa rendah hati, tidak angkuh hati dan
sombong. Tujuan hidup kita ialah mewartakan kerajaan Allah, bukan kehebatan dan
kemampuan yang kita tunjukan kepada sesama. Maka kita harus berkata seperti
Paulus dalam bacaan kedua," aku sekali-kali tidak mau bermegah selain dalam salib Tuhan kita Yesus
Kristus." Kita dipanggil bukan untuk menjadi sukses, namun untuk menjadi ciptaan baru yang hidup untuk menyelamatkan
jiwa-jiwa sesama. Dengan demikian, Visi tentang Kerajaan Allah sungguh nyata dialami oleh
sesama. Tuhan memberkati kita sekalian, amen.
Posting Komentar untuk "Renungan Hari Minggu – Pekan Biasa XIV; Minggu, 6 Juli 2025 (Bac. I. Yes. 66:10-14c; Gal. 6:14-18; Luk. 10:1-9)"