Urgensi: Pedoman atau Modul Pembinaan Kontekstual

 


Abad XXI ini ditandai dengan kemajuan teknologi. Di satu sisi, teknologi bermanfaat untuk menjawab kebutuhan hidup manusia. Misalnya, handphone membantu manusia untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi sosial melintasi ruang dan waktu. Akan tetapi di sisi lain, teknologi digunakan oleh manusia secara keliru sehingga merusak dirinya maupun sesama. Disadari pula bahwa setiap pribadi manusia dikaruniai oleh Allah segala potensi, daya-daya kreativitas, kemampuan untuk berpikir, merencanakan hidup, bekerja dan menghasilkan sesuatu sebagai wujud aktualiasi diri. Dengan mengaktualisasikan diri, manusia memperoleh arti dan makna hidupnya. Aktualisasi diri mengandaikan adanya sebuah arah dan tujuan hidup yang jelas. Sokrates, seorang filsuf Yunani Kuno pernah berkata, “gnoti seauton” yang artinya kenalilah dirimu! Maka, dalam hidupnya manusia harus mengenal di dalam dirinya segala talenta, bakat dan potensi-potensi, serta merancang tujuan hidup yang jelas, dan mampu mengarahkan hidupnya ke arah tujuan yang jelas itu.



Asrama-asrama Katolik Keuskupan Agats adalah wadah yang didirikan oleh Keuskupan Agats sendiri untuk membentuk karakter dan jati diri anak-anak Asmat. MUSPAS V Keuskupan Agats yang diselenggarakan pada Oktober 2019 mengambil tema “Keluarga sebagai Panggilan dan Perutusan.” Melalui tema ini, keluarga-keluarga sebagai “gereja rumah tangga” (Ecclesia Domestica), diharapkan dapat mencapai dan mengalami kehidupan yang sejahtera. Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang ditandai oleh: 1) Relasi suami-istri dan relasi orang tua-anak yang baik dan harmonis di dalam keluarga, 2) Pendidikan yang berlangsung dengan baik di dalam rumah maupun di sekolah, 3) Kesehatan yang senantiasa diusahakan dan dipelihara dengan baik oleh keluarga, 4) Ekonomi keluarga yang stabil dan menjamin kebutuhan hidupnya, 5) Tradisi dan nilai-nilai budaya yang senantiasa dirawat dan dilestarikan dalam hidup sehari-hari, dan 6) Iman yang kokoh kepada Tuhan yang diungkapkan melalui pelayanan kasih (Pastoral) terhadap satu sama lain baik di dalam keluarga sendiri maupun di tengah umat dan masyarakat. Melalui asrama-asrama, anak-anak yang secara khusus datang dari desa ke kota tidak hanya memperoleh tempat tinggal, serta makanan dan minuman yang mendukungnya untuk bersekolah. Asrama justru dibangun sebagai wadah pembinaan yang bertujuan untuk membentuk dan membina setiap peserta bina untuk menjadi pribadi yang berkarakter dan berkualitas. Tujuan ini diuraikan di dalam Visi dan Misi. Dalam konteks pembinaan, semua asrama Katolik Keuskupan Agats memiliki Visi dan Misi yang satu dan sama sebagai dasar dan arah bagi proses pembinaan terhadap para peserta bina. Dalam upaya mewujudkan Visi dan Misi, maka dirancang pelbagai program dan kegiatan sebagai sarana bagi peserta bina untuk mencapai sebuah tujuan yang baik di masa depan.

Ada 4 (empat) kendaraan yang digunakan oleh para pembina asrama-asrama Katolik Yayasan Salib Suci Keuskupan Agats alam membina peserta bina. 4 (empat) kendaraan itu adalah: 1) Proyek Semester, 2) Kegiatan Bulanan, 3) Agenda Harian, dan 4) Tugas-tugas serta kegiatan-kegiatan setiap seksi dan petugas. Ki Hadjar Dewantara pernah berkata, “Pendidikan bertujuan untuk membantu setiap orang mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan seharunya membantu anak untuk menemukan bakat dan pontensi-potensi alamiah di dalam dirinya dan mengembangkannya.” Maka, dalam konteks pembinaan di asrama, 4 (empat) kendaraan di atas merupakan beberapa sarana penting dalam proses pembinaan. Melaluinya, setiap peserta bina terbantu untuk semakin mengenal potensi-potensi diri dan mengembangkannya sehingga ia bertumbuh menjadi pribadi yang unik sekaligus berkualitas, serta mampu mengatualisasikan dirinya.

Proyek semester adalah sebuah pekerjaan yang bersifat jangka panjang yang dirancang oleh setiap pembina asrama. Misalnya, proyek di bidang pertanian yakni setiap peserta bina diwajibkan memiliki bedeng untuk menanam tanaman seperti cabe, maupun sayur-sayuran. Melalui proyek semester, para peserta bina belajar dan melatih diri untuk mengembangkan nilai produktivitas yakni bisa menghasilkan sesuatu secara maksimal dan bermanfaat seperti hasil sayur-sayuran, cabe, dan lain-lain. Untuk itu, para peserta bina harus mampu bekerja dengan sabar dan tekun, serta ulet dalam merawat tanaman. Ia pun dilatih untuk belajar bekerja secara terencana yaitu membuat bedeng, mengisi tanah di dalam bedeng, menaman, memelihara, serta memanen hasil tanaman. Kegiatan Bulanan merupakan tambahan kegiatan yang dibuat oleh para pembina. Kegiatan-kegiatan ini membantu peserta bina untuk mempelajari dan memperoleh hal-hal positif dan bermanfaat di luar jam pelajaran di sekolah. Agenda Harian merupakan jadwal rutinitas harian di asrama. Jadwal harian membantu para peserta bina untuk belajar hidup disiplin dan teratur, taat pada aturan, dan konsisten dalam mengikuti setiap waktu yang telah ditetapkan. Fungsionaris asrama merupakan tugas-tugas yang diperankan dan dijalankan oleh setiap peserta bina. Melalui tugasnya sebagai seksi atau petugas, setiap peserta bina belajar untuk fokus dan bertanggungjawab baik dalam menjalankan job descriptionnya, maupun menjalankan dengan penuh komitmen setiap kegiatan yang telah dirancang, dipresentasikan dan disetujui bersama pada “Hari Orientasi atau RAKER (Rapat Kerja)” pada setiap awal semester.

Sistem dan model pembinaan yang rasional dan tertata rapih tidak selalu memuaskan. Perilaku buruk seorang pemimpin, misalnya, dapat ditutupi oleh ketatnya peraturan. Formalisme kepemimpinan sering menyebabkan moralitas diabaikan. Pada negara-negara berkembang, tata adminsitrasi sering diatur secara rapih, tetapi sarat dengan manipulasi.[1] Disadari bahwa setiap peserta bina dibentuk oleh budaya dan dikondisikan oleh kebiasaan atau pola hidup tertentu di rumah dan di kampung. Berhadapan dengan kehidupan asrama yang tertata rapih dengan sistem dan pola pembinaan yang rasional dan sistematis, tentu saja peserta bina membutuhkan proses dan waktu untuk menyesuaikan diri. Untuk membantu peserta bina dalam proses penyesuaian diri terhadap pola hidup di asrama, maka para pembina mesti membina dan membimbing para peserta bina dengan pola pendampingan yang kreatif, feleksibel, dan dinamis dengan melihat sifat, karakter, dan potensi-potensi yang ada di dalam diri setiap pribadi peserta bina, serta kebiasaan dan konteks budaya yang melatarbelakangi cara pikir dan pola hidupnya sebelumnya.

Seorang imam Jesuit bernama Claudio Acquaviva pada abad ke – 16 dalam tulisannya yang berjudul “Industriae ad Curandoes Animae Morbos” (Curing the Illnesses of the Soul, Menyembuhkan Penyakit Jiwa) mengungkapkan sebuah kalimat yang terkenal yakni Fortiter in Re, Suaviter in Modo, yang artinya tegas dalam prinsip, lembut dalam cara. Semoga lewat bimbingan dan karya Roh Kudus, para pembina asrama senantiasa kreatif menemukan langkah dan cara-cara yang tepat dalam mendampingi para peserta bina sehingga visi-misi serta pelbagai program, kegiatan dan rutinitas hidup harian yang merupakan prinsip-prinsip dasar pembinaan bisa terwujud atau terrealisasi dengan baik dalam diri pribadi para peserta bina yang berkualitas dan berdayaguna bagi gereja dan bangsa.



[1] Tino Ulahayanan, MSC., Gereja di Atas Batu Karang (Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama, 2019), XXI.

Posting Komentar untuk "Urgensi: Pedoman atau Modul Pembinaan Kontekstual"