“Senjata paling ampuh untuk mengubah dunia adalah pendidikan,” kata Nelson Mandela; Presiden Afrika Selatan. Melalui Pendidikan, Gereja melaksanakan sabda Yesus sebagaimana diserukan secara personal kepada murid-Nya yaitu Simon Petrus, “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam dan terbarkanlah jalamu! (Luk. 5:4).” Sebagai personil Keuskupan Agats, kita dipanggil dan diutus oleh Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menebarkan jala dalam lautan dunia pendidikan. Selama 55 tahun berdirinya Keuskupan Agats, Gereja berjuang mewujudkan misi pendidikan di tanah Asmat melalui Lembaga Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Yan Smit Keuskupan Agats.
Perjalanan YPPK Yan Smit mengarungi gelombang arus zaman. Berdasarkan pengalaman sebagai guru, Ibu Paskalina Goan Wahafimu mengungkapkan keprihatinannya terhadap kelangsungan hidup dan mutu pendidikan Katolik saat ini khususnya di SMA Yan Smit yaitu: kebanyakan siswa/i belum mengenal imannya akan Yesus Kristus dan menghayati hidupnya sebagai pribadi ciptaan Tuhan yang unik. Mereka kurang memiliki pengetahuan dasar seperti kisah Allah menciptakan langit dan bumi, 10 perintah Allah, tradisi-tradisi dalam Gereja Katolik (misalnya; doa-doa, nyanyian dalam buku Madah Bakti, cara membuka dan membaca Kitab Suci), maupun kisah tentang Tokoh Yesus yang seharusnya bisa dipelajari dalam keluarga kecil di rumah, di tingkat SD hingga SMP. Hal ini banyak ditemukan pada anak-anak tamatan SMP di luar kota Agats yaitu di distrik-distrik, namun juga ditemukan pada beberapa anak yang berasal dari sekolah-sekolah SMP yang ada di Kota Agats.
Banyak anak belum bisa membaca, membaca lancar, menghitung dengan benar dan tepat, masih kurang dalam hal menulis kata, kalimat dan paragraf. Demikian halnya kebanyakan guru hanya sekedar mengajar tanpa mendidik dan memberikan teladan sebagaimana yang diajarkan. Dalam situasi ini, Ibu Goan disadarkan akan panggilan dan perutusannya sebagai guru. Ia dan beberapa guru senantiasa belajar sabar, tidak mengeluh, dan terus menunjukkan kinerja yang baik, serta memacu kerja keras dalam mendidik dan memberikan les tambahan (bimbingan belajar) kepada anak-anak setiap seminggu sekali, di luar jam sekolah.
Perjalanan YPPK Yan Smit pun tidak terlepas dari pelbagai kendala.
Bapak Manfret Rumlus selaku Kepala SD YPPK Salib Suci Agats mengungkapkan, beberapa kendala dan penghambat proses belajar mengajar serta kemajuan mutu pendidikan Kekatolikan antara lain: 1) Sarana-prasarana yang tidak memadai. Misalnya, 10 kelas digunakan untuk menampung 19 rombongan belajar. Akibatnya, sebagian siswa belajar pagi dan sebagian sore, sementara kegiatan ekstrakurikuler tidak berjalan dengan baik. Sekolah tanpa laboratorium membuat siswa harus menggunakan ruang guru saat ujian ANBK. Mengingat hanya 20% dana BOS diperuntukkan untuk rehab ringan, maka tidak memungkinkan bagi sekolah untuk menambah fasilitas. 2) Tenaga pendidik. Beberapa guru belum bertanggungjawab atas tugasnya sehingga mempengaruhi perkembangan belajar anak. Keterbatasan guru dalam hal IT membuatnya sulit meningkatkan kualitas mengajar, dan pada akhirnya kegiatan belajar mengajar pun menjadi monoton di dalam kelas. 3) Ketidakhadiran siswa/i. Kurangnya minat baca pada diri anak mempengaruhi kehadirannya di kelas. Guru senantiasa berusaha mengunjungi siswa di rumah dan membuat surat panggilan, namun hal itu tidak mengubah siswa. Akibatnya siswa tidak tahu membaca dan menulis, dan tidak bisa menalar serta memahami isi bacaan. 4) Lemahnya peran orang tua. Kurangnya dukungan orang tua bagi anak membuat anak kurang berminat untuk belajar, anak memiliki prestasi yang rendah, gangguan perilaku misalnya anak mencuri, membuat kekacauan, dan suka mem “bullyng” teman. Meskipun anak ketinggalan pelajaran, orang tua masih menuntut pihak sekolah untuk meluluskan anaknya. 5) Lingkungan sekitar yang tidak kondusif. Rumah masyarakat yang berdekatan dengan sekolah membuat anak-anak terganggu dengan keributan dan bauh jamban. Di luar jam sekolah, lingkungan sekolah digunakan oleh anak-anak putus sekolah untuk bermain bola, mengisap lem aibon, lem fox, dan merusak fasilitas sekolah, sehingga guru harus membersihkan sekolah sebelum mengajar. Bahkan anak sekolah pun ikut diajak oleh anak putus sekolah untuk tidak bersekolah.
Tema MUSPAS V Keuskupan Agats yaitu: “Keluarga sebagai Panggilan dan Perutusan” benar-benar terwujud jika setiap orang bisa mendapat pendidikan yang baik. Pendidikan Kekatolikan dapat menuntun setiap orang (entah Katolik secara khusus, maupun non-Katolik) untuk bertumbuh menjadi pribadi yang berkualitas, jika lembaga pendidikan Kekatolikan sungguh-sungguh berkualitas. Mari kita terus “Bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menebarkan jala,” yaitu terus-menerus berjuang dan bekerjasama mewujudkan harapan dan cita-cita bersama. Harapan dan cita-cita bersama termuat secara jelas pada Visi dan Misi YPPK Yan Smit.
Ibu Engelberta Ranolat selaku Kepala SMP YPPK St. Yohanes Pemandi Agats, mengungkapkan harapan dan cita-cita YPPK sebagai berikut: 1) YPPK maupun setiap Satuan Pendidikan Katolik semestinya mampu mencari solusi untuk keluar dari persoalan. Misalnya, merancang program tambahan atau bimbingan untuk mengejar ketertinggalan anak terutama dalam hal literasi dan numerasi, mengupayakan tenaga pendidik yang berkualitas, serta mengkondisikan sarana-prasarana belajar-mengajar yang memungkinkan. 2) Membangun kerjasama yang lebih solid antara YPPK, Dinas Pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta orang tua. 3) Mendorong orang tua melalui program-program penyadaran tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. 4) Berinovasi, kreatif, dan inklusif dalam merancang program-program pendidikan. 5) Membangun kemitraan dengan pihak-pihak terkait sebagai kekuatan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan berkelanjutan. 6) Meningkatkan kualitas akademik dan pembentukan karakter anak yang kuat dan berdaya saing tinggi. 7) Menjadi agen perubahan yang mampu membawa anak-anak Asmat meraih masa depan yang lebih cerah.
Cita-cita dan harapan di atas merupakan cita-cita kita bersama, khususnya sebagai Petugas Pastoral.
Dikisahkan di dalam Injil, ketika Simon Petrus merasa jenuh dengan tugasnya sebagai nelayan yang setiap hari bekerja keras namun seolah tidak mendapatkan hasil apa-apa, Yesus justru memintanya bertolak lagi ke tempat yang lebih dalam untuk menebarkan jala. Terinspirasi oleh pengalaman Simon Petrus, kita pun bangkit untuk membangun sinergitas dan berkolaborasi untuk “bertolak lagi ke tempat yang lebih dalam dan menebarkan jala,” dalam lautan dunia pendidikan. Mungkin dalam tugas pelayanan, kita merasa jenuh karena telah sekian tahun bekerja keras, namun seolah kita tidak mendapatkan hasil apa-apa. Bahkan mungkin kita mengalah dan ingin mundur dari tugas dan pelayanan kita karena begitu hebatnya gelombang dan tantangan arus zaman yang menimpa kita. Namun, kita belajar dari Simon Petrus.
Iman Simon Petrus kepada Yesus mendorongnya untuk percaya dan taat pada kata-kata Yesus, serta berani bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jalan. Maka, jalanya menangkap banyak ikan hingga perahunya penuh dan jalanya pun koyak. Demikian pula ketika kita percaya dan beriman pada Yesus, serta dengan penuh kataatan kita setia tanpa lelah dan terus bekerja keras melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan oleh Yesus kepada kita, maka perahu kita bersama yaitu YPPK Yan Smit dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas dan berkarakter. Dormomooooo……ooo……….
Posting Komentar untuk "Perahu YPPK Yan Smit “Terus Bertolak Ke Tempat Yang Lebih Dalam”"